Writer's Block

Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI

Pertemuan ke 6
Gelombang 30
Narasumber: Ditta Widya Utami, S.Pd.,Gr
Moderator: Lely Suryani, S.Pd., SD


Seperti halnya langit, kadang bersinar cerah, tapi acapkali pula tiba-tiba gelap tertutup awan. 
Begitu pula perjalanan kita dalam berkarya dan menulis. 

Mulai dari masalah kesibukan, mood swing, hingga kendala lainnya yang membuat kita stuck dan jalan di tempat.

Naah sobat, ketika sedang menulis, pernahkah Anda mengalami hal seperti ini. 

"Aduuh, bingung mau nulis apa lagi". "ATAU"
"Kok ga ada ide yaa, lagi buntu".
Wah wah virus apa itu??? 
Ya tentu virus "WRITERS BLOCK."

Hmmmm jadi penasaran deh, virus apa itu. 

Mau tahu virus apa itu, bagai mana cara menanggulanginya, ciri-cirinya, dan trik untuk menghindarinya.  Mari simak materi ini sampai selsai.

WB atau _writer's block_ mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan mungkin  kita sudah pernah merasakannya.
Meski mungkin ada yang baru mengenal istilah
WB ini sebetulnya istilah yang sudah lama muncul.
 Witer's Block ini diperkenalkan pertama kali oleh psikoanalisis Amerika, Edmun Bergler pada tahun 1940-an
Wikipedia mengartikan WB sebagai keadaan saat penulis kehilangan kemampuan dalam menulis atau tidak menemukan gagasan baru untuk tulisannya.
Nah sampai sini yuk kita coba refleksi lagi mulai dari diri.
Untuk membantu menjawab pertanyaan refleksi di atas, berikut ciri lain bahwa kita terserang WB:

Sulit fokus, tidak ada inspirasi menulis, menulis lebih lambat dari biasanya, atau merasa stres dan frustasi saat menulis.
Wah ternyata cukup banyak yang sering mengalami WB ya.
Tapi tak perlu khawatir Ibu Bapak, karena sebetulnya wajar bila seorang penulis terserang WB.
WB ini bisa menyerang siapa pun. Baik penulis pemula bahkan profesional sekalipun.

Cerpenis, Novelis, _Script writer_, jurnalis dan berbagai macam profesi menulis lainnya punya kemungkinan terserang WB.

Yang membedakan adalah seberapa cepat kita menangani WB ini.

Karena ... WB bisa hinggap dalam hitungan menit, jam, hari, minggu, bahkan berbulan bulan.

Tentu terkena WB dalam waktu yang lama tidak kita harapkan.

Karena ujungnya bisa mematikan kreativitas dan produktivitas kita dalam menulis.
Lalu apa dong yang harus kita lakukan?

WB itu ibarat penyakit yang akan mudah diobati bila kita tahu penyebabnya
Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali dirinya sendiri. Karena dengan bagitu, akan jauh lebih mudah mengenali penyebab WB yang sangat beragam.

Dari berbagai artikel yang saya baca, secara umum WB bisa disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Mencoba topik/tema baru
Bayangkan selama ini kita sering menulis jurnal ilmiah. Lalu suatu ketika diminta untuk menulis novel remaja.
Nah, meski masih mungkin dibuat novel yang sci-fi, tapi mungkin akan butuh waktu lebih banyak untuk menyesuaikan.

Sedikit terkena WB
Kalau bisa mengatasinya, novel bisa tetap rampung. Tapi kalau tidak?

2. Stres dan Lelah Fisik/Mental.
Aktivitas harian yang padat, tekanan dari pekerjaan dll terkadang membuat kita (sadar/tidak) mengalami stres.

Dalam kondisi tersebut, jangankan menulis, tubuh pun sepertinya sudah menyerah duluan.

Kita mungkin sering dengar "Duh gak ada waktu buat nulis. Soalnya lagi sibuk banget!"

Padahal tiap orang kan sama sama punya waktu 24 jam setiap hari dalam hidupnya.

Nah kalau sudah begini, mengingat para guru kepenulisan kita juga bisa membantu.

Misalnya Omjay yang sudah sangat sangat konsisten menulis setiap hari.

 Bahkan sambil nunggu antrian di bank pun, Omjay masih bisa sempatkan untuk menulis.
Kata kuncinya adalah "menyempatkan waktu", bukan menyisakan waktu untuk menulis.

Usahakan belajar untuk bisa menulis setiap hari. Meski hanya 1 paragraf dan tidak semuanya langsung dipublikasikan, tapi tetap ada yang saya tulis (di luar tugas harian yaa).
Jika terlalu penat, biasanya saya suka ambil jeda sejenak.
Berganti aktivitas yang bisa menyegarkan pikiran terlebih dahulu baru kemudian melanjutkan menulis.

3. Terlalu Perfeksionis.
Tak bisa dipungkiri bahwa kita sebagai manusia selalu ingin melakukan yang terbaik.
Begitu pula saat menulis.
 Ingin sempurna. Ingin bagus dulu. Baru kemudian dibagikan.
Jika masih takut salah, merasa belum bagus, gak mau dikomentarin sama orang lain, dipendem deh tuh tulisan.

 Ingin menghasilkan tulisan yang berkualitas itu sangat penting bagi penulis.
 Teman saya malah berkata bahwa saat menulis ya harus _based on data_. Pastikan yang kita sampaikan itu benar.
Tapi kembali lagi ke fitrah manusia, bahwa melakukan kesalahan itu adalah hal yang wajar. Artinya bahkan penulis profesional atau yang sudah memiliki jam terbang tinggi dalam kepenulisan pun bisa jadi masih melakukan kesalahan ketika menulis.
 Contoh paling sederhana yang mudah kita lihat adalah buku revisi.

Adanya buku edisi revisi itu kan sebetulnya menunjukkan adanya proses "perbaikan" dari versi sebelumnya.
Bisa jadi ada informasi yang ditambah. Bisa jadi ada yang dikoreksi, dsb.
Nah, jadi ... ayok teruslah berkarya.
Tulisan yang baik itu ya yang selesai.
Dan tulisan jelek masih lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai.
Selama kita konsisten menulis, dengan sendirinya kita akan berlatih memperbaiki setiap tulisan kita dari waktu ke waktu.
Di tahap awal belajar menulis atau ketika kita terserang WB, kita bisa coba menulis dengan teknik _free writing_.
Menulis bebas atau _free writing_ ini adalah teknik menulis dimana kita mengesampingkan terlebih dahulu tentang salah ejaan, salah ketik, koherensi dan sebagainya.
Yang penting nulis nulis nulis.

Karena menulis itu "kata kerja", maka tak ada cara lain yang lebih baik selain praktik menulis itu sendiri.

Jika sekedar belajar tata cara menulis tapi jarang dipraktikkan, ya akan kurang optimal hasilnya. Kecuali pada mereka yang telah dianugerahi bakat menulis.

Nah mumpung sekarang hari blog nasional, yuk setelah kelas ini menulis di blog masing-masing yaaa

Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yan Terjadi kata Om Jay.

Komentar

Postingan Populer