KASIH TAK SAMPAI ( 1 ).
Senja itu angin semilir menerpa tubuhku yang sedang duduk di tepian rumah yang mengahadap ke sawah. Kebetulan sekali rumah berada di depan sawah. Ku duduk seorang diri di atas sebuah kursi yang terbuat dari kayu, kursi yang dibuat oleh ayah untuk melepas lelah setelah seharian bekerja di sawah. Burung pipit beterbangan di atas pohon Jati yang rindang, seolah menemani diriku yang duduk sendirian. Siulan burung pipit mengingatkan pada seseorang yang pernah singgah di hati beberapa tahun yang lalu.
Ku tatap hamparan padi di sawah yang sudah menguning dan siap untuk dipanen. Sambil menerawang masa lalu bersama kekasih hati dan cinta pertama. Dulu saya dan Gilang selalu bermain di Sawah mengikuti ayah yang sedang bekerja. Ah...! Entah dimana Gilang sekarang, sudah lama tak bersua dengannya setelah kita sama - sama keluar dari SMA Aku tak tahu rimbanya, senyumanya dan tatapan matanya yang begitu mempesona dan menggetarkan hati, ah Gilang....! Begitu sangat mencintaiku waktu itu.
Gilang adalah yang pertama kali menumpahkan tinta di hatiku dan mengukir kata yang indah, "Aku Mencintaimu Rina."
Ya kata- kata itu yang Gilang ucapkan ketika aku dan dia sama- sama duduk di bangku SMA. Mungkin orang akan mengatakan saat itu, kalau cinta kita adalah cinta monyet, karena aku dan Gilang sama - sama belum dewasa. Tapi mengapa rasa cinta itu sampai sekarang masih tetap ada di hati.
Gilang sangat mencinta dan menyayangiku, tat kala pulang sekolah, Gilang pasti menunggu di pintu gerbang agar bisa pulang bareng berdua dalam satu jok motor hitam Astrea sebagai saksi cinta kita berdua.
"Ayo pegang yang kuat Rina biar tidak jatuh," kata Gilang sambil mengambil tanganku agar melingkar perutnya hingga kumemegang Gilang dengan kuat. Ah...! ku malu sama teman - teman yang lain kalau harus pegangan begitu kuat. Tapi apalah daya demi cintaku pada Gilang kuikuti apa maunya Gilang.
Ya Allah! Kenapa hati ini bergetar kencang ketika aku duduk di sampingnya? Tak karuan antara sayang, cinta, dan takut berbaur menjadi satu. Sampailah kita di depan rumah, motor Gilang si hitam yang kinclong seperti orang yang punya motornya ganteng, berhenti tepat di depan pintu pagar, kebetulan sekali mamah ada sedang duduk di teras depan rumah, melihatku bersama Gilang pulang mamah langsung menyambut Gilang dengan penuh kasih sayang. Entah mengapa mamah suka sekali pada Gilang
"Ayo nak Gilang masuk," ucap mamah sambil tersenyum manis pada Gilang.
"Iya bu kata Gilang sambil turun dari motor dan menstandarkan motor lalu masuk ke depan rumah duduk diteras disamping mamah, sebelumnya Gilang buka sepatu putih kesayangannya.
"Nih ada kue kebetulan mamah tadi buat kue, ya buat iseng aja, ayo silakan cicipi," ucap mamah sambil memberikan wadah kue nastar kesukaan mamah, agar lebih dekat pada Gilang.
Gilang mengulurkan tangannya untuk menyalami mamah sambil mencium tangan mamah.
"Rina, ambilkan air minum buat nak Gilang, tuh ada jus jeruk di dalam kulkas coba bawa ke sini buat nak Gilang biar seger tengah hari minum jus jeruk dingin," ucap mamah sambil melirik. Akupun bergegas mengambil air minum jus dari kulkas yang sudah dibuatkan oleh mamah tadi. Jus Jeruk yang dingin dan manis kutuangkan ke dalam gelas, satu buat Gilang satu buat aku. Mamah ngak usah ah pikirku sambil ku bawa jus kedepan. Kusimpan jus lJeruk di depan Gilang dan satu lagi buat aku.
"Mangga diminum Jusnya," ucapku pada Glang sambil ngasih satu gelas tuk Gilang.
"Mamah ngak usah minum jeruk ya takut genduut kataku sambil ketawa." Mamah hanya tersenyum. Mamah tahu kalau aku suka bercanda.
"Ya udah mamah udah minum dari tadi kok, yang penting buat Nak Gilang aj deh." Kata mamah.
"Nak Gilang sekarang kan sudah kelas 3 sebentar lagi lulus sekolah, mau melanjutkan ke mana?" Ucap mamah sambil tersenyum.
"Belum tahu Bu." Tapi mamah menginginkan Gilang kuliah kedokterab Bu."
"Alhamdulilah Ibu senang mendengaenya semoga cita-citanya tercapai, Ibu tinggal dulu ya nak Gilang, silakan ngobrol aj dulu sama Rina," kata mamah sambil manglangkah masuk ke dalam rumah.
Akhirnya aku dan Gilang ngobrol kesana kemari, tak lama Gilangpun pamit pulang. Ketika Gilang hendak pamitan sempat- sempatnya dia berbisik ketelingaku "Rina sampai kapanpun aku akan tetap setia mencintaimu untuk kujadikan teman hidup dalam suka dan duka nanti."
Aku tak bisa menjawab bibirku kelu, hanya anggukan kepala sebagai jawaban kalau aku menerima ungkapan hatinya.
"Mudah-mudahan impian kita tercapai."
Itulah kata- kata yang diucapkan Gilang hingga sampai saat inipun masih teras.
"Hai Rina, ini hari sudah sore sebentar lagi mau magrib kenapa kamu duduk sendirian di kursi ini? Tatapanmu kosong ke depan, apa yang kamu pikirkan? Ayo pulang itu orang tuamu dari tadi teriak - teriak memanggil - manggil kamu, tuh lihat sedang menunggu kamu, sudah sore begini belum pulang," kata Reti sambil menepuk bahuku.
Akupun kaget setengah mati ternyata senja sudah berganti sebentar lagi magrib, ternyata aku membayangkan Gilang cinta pertamaku yang entah mengapa aku sangat mencintainya.
"Apa yang kamu pikirkan Rina?" Tanya Reti sahabatku.
"Ah ..! Ngak, aku ngak mikirin siapa-siapa kok, aku hanya ingin ngadem aja disini kangen."
"Jangan bohong Rina, aku melihat kamu sedang memikirkan sesuatu." Kata Reti sambil mengusap bahu aku penuh persahabatan.
"Jujur aja apa yang kamu pikirkan Rin, aku kan sahabatmu kita selaku terbuka kalau ada sesuatu yang menjadi pikiran kita," kata Reti sambil menegang jemari tanganku, tatapan mata Reti membuatku ingin berteriak dan bilang kalau aku merindukan Gilang cinta pertamaku.
Akhirnya Rina berkata jujur kalau sangat merindukan Gilang .....!
*****
Tangerang, 120622
So sweet Bu....
BalasHapusTerima kasih bucan...sy siap berkunjung ke tempat bu Susan.
HapusAstagaaa .... Keren banget bu Ratna tulisannya ... Improve nya saya suka betul bu ... Ajarin dong
BalasHapusWah saya justru yang mau belajar dari bu There yang cyntik.
Hapus